Rabu, 23 November 2016

Masa SD Di Samarinda




Usai kelas 4 SDN V Panarung, saya pun akhirnya pindah ke Samarinda menyusul Bapak dan Emak yang sudah terlebih dahulu ke sana. Beliau berdua mendampingi anak-anak kakak ketiga saya, DR. Anik Tri Suwarni, MM yang mengajar sebagai Guru Ekonomi di SMAN 2 Samarinda.

Bersama Mbak Anik, selain Bapak dan Emak, juga tinggal kakak saya yang ke-8, Siti Herminasih yang melanjutkan kuliahnya di Universitas Mulawarman. 

Saat itu, Mbak Anik baru memiliki dua orang putri, yang pertama Etika Fitriani, Marinda Foresta. Sedangkan suami beliau, Subagyo bekerja di perusahaan HPH (saya lupa namanya) yang berlokasi di Tarakan.

Di Kota Samarinda, kakak saya saat itu mengontrak rumah di Jl. Arief Rahman Hakim persis di Belakang Langgar (saya juga lupa nama langgarnya). Tapi langgar ini, termasuk langgar yang aktif. Tiap sore ramai dengan anak-anak yang mengaji. Juga ada group rebana anak-anaknya juga. Saya senang sekali berada di lingkungan yang islami ini.

Oleh Mbak Anik, saya disekolah di SDN 006 Jl. Imam Bonjol, Samarinda Ilir. Dengan maksud sekalian nemanin Mbak Ika yang waktu itu baru kelas 2 SD. Jarak dari rumah ke sekolah itu tidak terlalu jauh, kurang lebih dua kilometer. Saya sama mbak ika kadang-kadang berangkat jalan kaki lewat gang-gang sempit.

Dari sekian banyak teman di SDN 006 Samarinda Ilir itu, saya cuma ingat punya satu teman dekat namanya Alex. Waktu itu, si Alex anaknya jangkung banget. Kalau sekolah bawaannya tas koper merk President. Masa segitu, itu tas paling keren dah. Hehehe. Si Alex ini sukaa sekali dengan keju, hampir tiap sekolah dia pasti bawa keju. Dan saya pasti juga dikasihnya, tapi begitu merasakannya saya hampir muntah. Soale saya gak suka keju, saya lebih suka sanggar saja. Sanggar itu pisang goreng kalau di Samarinda.

Teman-teman lain yang masih saya ingat namanya antara lain, kakak beradik Fredi dan Helda Basar, Dewi, Rose, Bakti, Lidia. Di SDN 006 ini, sarananya lumayan lengkap. Saat itu tahun 1984/1985, SDN 006 sudah memiliki aula sendiri untuk gelar seni dan olah raga. Jajanan yang saya senangi saat itu apa yaaa? Oh iya, saya suka jajan soun yang dikasih sambal kecap! Buat ganjal perut.

Oh iya, di tempat kontrakkan Mbak Anik itu, saya punya teman main anak tetangga. Nur namanya. Dengan Nur ini saya pernah main mendaki bukti tinggi di seberang dan puas memandangi Kota Samarinda yang nampak kecil dibawahnya. Dengan Nur ini juga, saya pernah keliling jualan biji karet yang kami masukkan dalam karung plastik. Kemudian kami masuk ke gang-gang yang banyak anak-anak dan jualan biji karet. Pada masa kecil kami dulu, rame loh permainan adu biji karet itu. Dari hasil jualan biji karet itu, saya senaaang sekali bisa jajan dari uang hasi keringat sendiri. Hehehe.

Ketika naik kelas 6, kami pindah dari Jl. Arif Rahman Hakim ke Perum Sentosa di Temindung. Soalnya Mbak Anik sudah mengambil rumah di situ. Saat itu, jalan komplek perumahannya masih belum beraspal, dan kadang-kadang digenangi banjir.

Karena jaraknya jauh, kalau sekolah saya terpaksa harus naik angkot pagi-pagi, baru nanti pulangnya dijemput. Pernah satu ketika, mungkin karena sibuk, Mbak Anik atau Mbak Hermin lupa menjemput sehingga saya pun terpaksa pulang jalan kaki dari Jl. Imam Bonjol - Jl. Sentosa. Adek lelah mbaaak. :)

Di tempat yang baru ini, saya kembali mendapat teman-teman baru. Sayangnya saya cuma ingat satu nama teman masa kecil di tempat yang baru ini, biasa kami panggil Uwing. Saya tidak mungkin lupa dengan teman satu ini, karena saya pernah berseteru dengannya. Heheheh.

Di dekat komplek perumahan kami, ada dua bukit kecil. Kalau ditelusuri yang satunya bisa tembus ke Sei Pinang, sementara yang satunya lagi ada kebun-kebun buah dan tempat pembuatan gula aren milik Kai Uncit. Kami senang sekali bermain ke tempat Kai Uncit. Selain membantu mengaduk-aduk air nira, kami juga kadang-kadang mencicipi air nira hangat yang terasa manis.

Di dekat pondok Kai Uncit, terdapat satu pohon langsat. Suatu ketika, pohon langsat itu berbuah lebat. Saya dan beberapa teman yang sudah SMP/SMA rame-rame memetik buah langsat. Karena tidak pandai memanjat pohon, saya kebagian menangkap dan mengumpulkan buah langsat yang sudah dipetik oleh kakak-kakak yang di atas pohon. Sedang asyik-asyiknya saya dan beberapa teman dibawah mengumpulkan buah langsat tiba-tiba terdengar teriakan dan kampak yang menancap di pohon langsat. Saya dan teman-teman dibawah sangat terkejut dan spontan ambil langkah seribu sambil membawa langsat yang terkumpul di dalam baju kami.

Saya langsung masuk rumah dan masuk kamar. Gak tahu apa yang terjadi dengan mereka yang masih tertinggal di atas pohon langsat. Dasar anak kecil, saya malah asyik menyantap buah langsat curian itu hingga tandas. Besoknya saat kumpul-kumpul, ramailah kami bercerita kejadian kemarin siangnya.(Catatan : tidak untuk ditiru yaaa! :D)

Ada satu lagi kejadian lucu. Suatu pagi saat berangkat sekolah, seperti biasanya saya melewati rumah besar di dekat gerbang komplek. Dirumah besar yang berpagar ini, pemilik rumah memelihara anjing rotweiler yang selalu menyalak setiap ada orang lewat. Saya takut juga sih. Bagaimana kalau tiba-tiba anjing itu meloncat keluar pagar dan mengejar saya. Rasa takut itu terus menghantui setiap saya lewat di depan rumah besar itu, dan syukurnya ketakutan saya tidak pernah terwujud. Namun pagi itu, tiba-tiba si anjing benar-benar meloncat pagar dan hendak mengejar saya. Spontan saya teriak, dan untungnya pemilik rumah berhasil menangkap rantai anjing yang terlepas hingga selamat lah tulang belulang saya dari keganasan anjingnya.

Akhirnya, saya berhasil lulus dari SDN 006 dengan NEM yang memuaskan. Setelah itu Bapak dan Emak memutuskan kembali ke Palangkaraya dan saya pun terpaksa juga harus ikut. Selamat tinggal Kota Samarinda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular

Recent

Comments